Selasa, 26 April 2011

PMTCT

Latar belakang
Sering ada kesan bahwa sebagian besar anak yang dilahirkan oleh ibu yang HIV-positif akan terinfeksi. Seperti dijelaskan pada gambar berikut, sebenarnya 60–75% anak tersebut tidak terinfeksi, walaupun tidak ada intervensi apa pun. Rata-rata 30% terinfeksi, dengan 5% dalam kandungan, 15% waktu lahir dan 10% dari ASI. Dari angka ini, kita dapat mulai lihat intervensi yang mungkin dapat mengurangi jumlah anak yang tertular – intervensi yang disebut sebagai pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi. atau sering ada yang memakai singkatan PMTCT (prevention of mother-to-child transmission). Adalah penting kita – dan masyarakat umum – mengetahui bahwa dalam keadaan terburuk, paling 40% bayi terinfeksi.



Faktor yang mempengaruhi penularan HIV dari ibu-ke-bayi
Risiko penularan dari ibu-ke-bayi adalah lebih tinggi bila:
• viral load perempuan di atas 1.000;
• ada infeksi plasenta – tampaknya malaria dapat mempengaruhi ini;
• perempuan terinfeksi suatu IMS; dan
• bila gizi perempuan kurang.
Risiko juga ditingkatkan oleh intervensi yang keras waktu lahir (seperti membantu persalinan dengan cara menyedot kepala bayi), dan bila si ibu menyusui bayi sekaligus memberi pengganti ASI.
PMTCT – umum
Untuk mencegah penularan pada bayi, yang paling penting adalah mencegah penularan pada ibunya dulu. Harus ditekankan bahwa hanya si bayi hanya dapat tertular oleh ibunya. Jadi bila ibunya HIV-negatif, PASTI si bayi juga tidak terinfeksi HIV. Status HIV si ayah TIDAK mempengaruhi status HIV si bayi.
Mengapa? Kita sering salah ngomong bahwa salah satu cairan tubuh manusia yang mengandung HIV adalah ‘cairan sperma’. Ini SALAH! Yang mengandung virus pada laki-laki yang HIV-positif adalah air mani, BUKAN sperma. Hal ini ibarat ikan dalam air laut: airnya mengandung virus, bukan ikan. Sperma tidak mengandung virus, dan oleh karena itu, telur si ibu TIDAK dapat ditularkan oleh sperma!
Jelas, bila si perempuan tidak terinfeksi, dan melakukan hubungan seks dengan laki-laki tanpa kondom dalam upaya buat anak, ada risiko si perempuan tertular. Dan bila perempuan terinfeksi pada waktu tersebut, dia sendiri dapat menularkan virus pada bayi. Tetapi si laki-laki tidak dapat langsung menularkan janin atau bayi. Hal ini menekankan pentingnya kita menghindari infeksi HIV pada perempuan.
Tetapi untuk ibu yang sudah terinfeksi, kehamilan yang tidak diinginkan harus dicegah. Bila kehamilan terjadi, harus ada usaha mengurangi viral load ibu di bawah 1.000 agar bayi tidak tertular dalam kandungan, mengurangi risiko kontak cairan ibunya dengan bayi waktu lahir agar penularan tidak terjadi waktu itu, dan hindari menyusui untuk mencegah penularan melalui ASI. Dengan semua upaya ini, kemungkinan si bayi terinfeksi dapat dikurangi jauh di bawah 8%.
...agar ibu tidak tertular...
Jelas yang paling baik adalah mencegah penularan pada perempuan. Hal ini membutuhkan peningkatan pada program pencegahan, termasuk penyuluhan, pemberdayaan perempuan, penyediaan informasi dan kondom, harm reduction, dan hindari transfusi darah yang tidak benar-benar dibutuhkan.
...dan cegah kehamilan yang tidak diinginkan
Untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, program tidak jauh berbeda dengan pencegahan infeksi HIV. Odha perempuan yang memakai ART harus sadar bahwa kondom satu-satunya alat KB yang efektif. Dalam hal ini, mungkin kondom perempuan adalah satu sarana yang penting.
PMTCT dengan ART penuh
Untuk mengurangi viral load ibu, cara terbaik adalah dengan memakai ART penuh sebelum menjadi hamil. Ini akan mencegah penularan pada janin. ART dapat diberikan walaupun dia tidak memenuhi kriteria untuk mulai ART; setelah melahirkan bisa berhenti lagi bila masih tidak dibutuhkan.
Pedoman baru dari WHO melonggarkan kriteria ART untuk perempuan hamil. WHO mengusulkan perempuan hamil dengan penyakit stadium klinis 3 dan CD4 di bawah 350 ditawarkan ART. Jelas bila CD4 di bawah 200, atau mengalami penyakit stadium klinis 4, sebaiknya si perempuan memakai ART.
Namun ada sedikit keraguan dengan rejimen yang sebaiknya diberikan pada perempuan. Perempuan hamil tidak boleh diberikan efavirenz pada triwulan pertama. Tetapi juga ada masalah dengan pemberian nevirapine pada perempuan dengan CD4 yang masih tinggi: efek samping ruam dan hepatotoksisitas (keracunan hati) lebih mungkin dialami oleh perempuan dengan di atas 250. Jadi dibutuhkan pemantauan yang lebih ketat, sedikitnya pada beberapa minggu pertama, bila nevirapine diberikan pada perempuan dengan CD4 di atas 250.
PMTCT – mulai dini
Namun sering kali si ibu baru tahu dirinya terinfeksi setelah dia hamil. Mungkin ARV tidak terjangkau. Seperti dibahas, ibu hamil tidak boleh memakai efavirenz pada triwulan pertama, tetapi mungkin nevirapine menimbulkan efek samping. Bila dia pakai terapi TB, diusulkan dihindari nevirapine, walaupun boleh tetap dipakai NNRTI ini bila tidak ada pilihan lain. Dan apa dampak bila ART diberikan pada perempuan tetapi tidak pada suami yang terinfeksi juga? Apakah si perempuan akan kasih obatnya pada suami, atau lebih buruk lagi, obatnya dibagi dengan dia?
Bila menghadapi beberapa masalah ini, atau si perempuan tetap tidak memenuhi kriteria untuk mulai ART penuh, sebaiknya dia ditawarkan protokol yang berikut:
Ibu: AZT dari minggu 28
NVP dosis tunggal + AZT + 3TC saat melahirkan
AZT + 3TC diteruskan selama 7 hari
Bayi: NVP dosis tunggal + AZT segara setelah lahir
AZT diteruskan selama 7 hari
AZT dan 3TC diteruskan setelah melahirkan untuk mencegah timbulnya resistansi pada nevirapine, karena walaupun hanya satu pil diberikan waktu persalinan, tingkat nevirapine dapat tetap tinggi dalam darah untuk beberapa hari, jadi serupa dengan monoterapi dengan nevirapine. Hal yang serupa pada bayi dicegah dengan pemberian AZT setelah dosis tunggal nevirapine.
Sekali lagi, protokol ini membutuhkan diagnosis dan perawatan agak dini, dan obat harus tersedia. Bila ibu diberikan AZT untuk kurang dari empat minggu sebelum melahirkan, AZT pada bayi sebaiknya diteruskan selama empat minggu, bukan tujuh hari.
PMTCT – mulai lambat
Bila baru dapat mulai pengobatan waktu persalinan, protokol yang dapat dipakai seperti berikut:
Ibu: NVP dosis tunggal + AZT + 3TC saat melahirkan
AZT + 3TC diteruskan selama 7 hari
Bayi: NVP dosis tunggal + AZT segara setelah lahir
AZT diteruskan selama 4 minggu
Makanan bayi
Sampai 10% bayi dari ibu HIV-positif tertular melalui menyusui, tetapi jauh lebih sedikit bila disusui secara eksklusif. Sebaliknya lebih dari 3% bayi di Indonesia meninggal akibat infeksi bakteri, yang sering disebabkan oleh makanan atau botol yang tidak bersih. Ada juga yang diberi pengganti ASI (PASI) dengan jumlah yang kurang sehingga bayi meninggal karena malnutrisi. ASI memberi semuanya yang dibutuhkan oleh bayi untuk tumbuh dan melawan infeksi. Jadi sering kali bayi lebih berisiko bila diberi PASI daripada ASI dari ibu HIV-positif. Oleh karena itu usulan sekarang adalah agar bayi diberi ASI eksklusif untuk enam bulan pertama, kemudian disapih mendadak, kecuali...
...bila dapat dipastikan bahwa PASI secara eksklusif dapat diberi dengan cara AFASS:
A = Affordable (terjangkau)
F = Feasible (praktis)
A = Acceptable (diterima oleh lingkungan)
S = Safe (aman)
S = Sustainable (kesinambungan)
Itu berarti tidak boleh disusui sama sekali. Ada banyak masalah: mahalnya harga susu formula, sehingga sering bayi tidak diberi cukup; kalau bayi menangis, ibu didesak untuk menyusuinya; ibu yang tidak menyusui dianggap kurang memperhatikan bayi, atau melawan dengan asas; air yang dipakai tidak bersih, atau campuran tidak disimpan secara aman; dan apakah PASI dapat diberi terus-menerus.
ASI eksklusif berarti bayi hanya diberi ASI dari saat lahir tanpa makanan atau minuman lain, termasuk air. ASI adalah sangat halus, mudah diserap oleh perut/usus. Makanan lain lebih keras sehingga lapisan perut/usus membuka agar diserap, membiarkan HIV dalam ASI menembus dan masuk darah bayi. Jadi risiko penularan tertinggi bila bayi diberi ASI yang mengandung HIV, bersamaan dengan makanan lain. Harus ada kesepakatan sebelum melahirkan antara ibu, ayah dan petugas medis agar bayi langsung disusui setelah lahir, sebelum diberi makanan/minuman lain. Setelah enam bulan, sebaiknya disapih secara mendadak (berhenti total menyusui).
Advokasi
Saat ini di Indonesia, jarang kita dapat bertemu dengan dokter kandungan atau dokter anak yang berpengetahuan mengenai HIV, masalah perempuan dengan HIV, dan bagaimana mencegah penularan HIV dari ibu-ke-bayi. Dengan semakin banyak perempuan terinfeksi HIV, sudah waktunya setiap Pokja AIDS di rumah sakit rujukan AIDS melibatkan dokter kandungan dan dokter anak. Sudah ada di rumah sakit kita?

Senin, 25 April 2011

Jamkesmas

Uneg-uneg dari Rapat Dwibulanan RT 02C RW 03, Gumpang, Kartasura, Sukoharjo.



Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) adalah program pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin yang sebelumnya disebut Asuransi Kesehatan untuk Masyarakat Miskin (Askeskin).

Program yang dimulai pada tahun 2008 ini dilanjutkan pada tahun 2009 karena (menurut pemerintah) terbukti meningkatkan akses rakyat miskin terhadap layanan kesehatan gratis. Program itu nantinya terintegrasi atau menjadi bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional yang bertujuan memberi perlindungan sosial dan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Jika Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) efektif diterapkan di Indonesia, program Jamkesmas akan disesuaikan dengan sistem itu. Salah satunya, pengaturan proporsi iuran pemerintah pusat dan daerah untuk pembiayaan pemeliharaan kesehatan rakyat miskin.

–o–

Di sela-sela rapat dwibulanan warga RT 02C/03 Desa Gumpang, Kec. Kartasura, Kab. Sukoharjo (11/10/2009), ada pertanyaan dari warga (miskin) mengenai keberadaan Jamkesmas. Tentu saja pertanyaan itu terlontar karena di RT 02C/03 Gumpang tidak ada satupun warga yang mendapat Kartu Jamkesmas, padahal ada beberapa warga yang sebetulnya berhak untuk mendapatkan Jamkesmas.

Menanggapi pertanyaan dan keluhan tersebut, Ketua RT, Bapak Ichwan Susilo, SE MSi mengatakan bahwa beliau pernah menanyakan kepada pak Lurah Gumpang. Namun, jawaban yang didapat adalah daftar penerima Jamkesmas itu terbit sesuai usulan dari masyarakat. Pertanyaan pak RT kepada pak Lurah ini dikarenakan pada Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) tingkat desa pada awal tahun 2009, Pak RT pernah mengajukan berbagai usulan antara lain pengajuan 5 (lima) warga RT 02C/03 Gumpang, Kartasura untuk mendapatkan Jamkesmas. Namun sampai saat ini, 5 (lima) warga yang diusulkan itu belum mendapatkan Jamkesmas. Padahal, dari beberapa kali rapat RT diketahui bahwa masih ada beberapa warga RT 02C/03 Gumpang, Kartasura yang sebetulnya berhak mendapatkan Jamkesmas. Bila usulan yang dulu saja belum terpenuhi, bagaimana untuk mengusulkan yang lain lagi?

Minggu, 24 April 2011

ASKEP Pasien Dengan HIV dan AIDS


I.Pengertian
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.

II.Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1.Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2.Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3.Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4.Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5.AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1.Lelaki homoseksual atau biseks. 5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
2.Orang yang ketagian obat intravena
3.Partner seks dari penderita AIDS
4.Penerima darah atau produk darah (transfusi).
III.Patofisiologi :

IV.Pemeriksaan Diagnostik
1.Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
ELISA
Western blot
P24 antigen test
Kultur HIV
2.Tes untuk deteksi gangguan system imun.
Hematokrit.
LED
CD4 limfosit
Rasio CD4/CD limfosit
Serum mikroglobulin B2
Hemoglobulin


Asuhan Keperawatan
I.Pengkajian.
3.Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
4.Penampilan umum : pucat, kelaparan.
5.Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
6.Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
7.Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
8.HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.
9.Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia.
10.Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
11.Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
12.Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
13.GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
14.Gu : lesi atau eksudat pada genital,
15.Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

II.Diagnosa keperawatan
1.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.
2.Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
3.Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
4.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
5.Diare berhubungan dengan infeksi GI
6.Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.

III.Perencanaan keperawatan.
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi
Rasional
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.

Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya dengan kriteria tak ada tanda-tanda infeksi baru, lab tidak ada infeksi oportunis, tanda vital dalam batas normal, tidak ada luka atau eksudat.
1.Monitor tanda-tanda infeksi baru.
2.gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan sebelum meberikan tindakan.
3.Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang patogen.
4.Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.
5.Atur pemberian antiinfeksi sesuai order

Untuk pengobatan dini
Mencegah pasien terpapar oleh kuman patogen yang diperoleh di rumah sakit.

Mencegah bertambahnya infeksi


Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan

Mempertahankan kadar darah yang terapeutik
Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.

Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal precautions dengan kriteriaa kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV, tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC.
1.Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya.
2.Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien. Gunakan masker bila perlu.

Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasikan ini

Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain
Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.

Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas.
1.Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
2.Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
3.Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.

Respon bervariasi dari hari ke hari

Mengurangi kebutuhan energi

Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.

Pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya dengan kriteria mual dan muntah dikontrol, pasien makan TKTP, serum albumin dan protein dalam batas n ormal, BB mendekati seperti sebelum sakit.
1.Monitor kemampuan mengunyah dan menelan.
2.Monitor BB, intake dan ouput
3.Atur antiemetik sesuai order
4.Rencanakan diet dengan pasien dan orang penting lainnya.

Intake menurun dihubungkan dengan nyeri tenggorokan dan mulut
Menentukan data dasar
Mengurangi muntah
Meyakinkan bahwa makanan sesuai dengan keinginan pasien

Diare berhubungan dengan infeksi GI

Pasien merasa nyaman dan mengnontrol diare, komplikasi minimal dengan kriteria perut lunak, tidak tegang, feses lunak dan warna normal, kram perut hilang,
1.Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah.
2.Auskultasi bunyi usus
3.Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order
4.Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside
Mendeteksi adanya darah dalam feses

Hipermotiliti mumnya dengan diare
Mengurangi motilitas usus, yang pelan, emperburuk perforasi pada intestinal
Untuk menghilangkan distensi
Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.

Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif
1.Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
2.Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
3.Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.

Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan keluarga.
Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas
Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana

Info Terbaru PMTCT

Sebuah pelindung puting (Nipple Shield) yang bisa mencegah penularan HIV melalui jalur menyusui telah ditemukan oleh para peneliti di Cambridge University. Stephen Gerrards, seorang ahli kimia, telah menemukan sebuah alat yang dapat melindungi dan akan melakukan disinfeksi terhadap ASI ibu yang HIV positif.
Alat tersebut menggunakan cairan sejenis deterjen yang secara biokimiawi akan memecah protein untuk analisa. Sebuah lapisan yang berbahan dasar wool-katun telah dicampurkan dengan deterjen tersebut dan akan melumpuhkan virus sebelum sempat masuk ke saluran pencernaan bayi yang menyusui.